Meningkatkan Koordinasi untuk Meningkatkan Daya Saing dengan Memaksimalkan Ketepatan/Keakuratan Distribusi Pada jaringan Rantai Pasok Industri Otomotif
Tahun 2021 – 2022 menjadi tahun kebangkitan pada industri otomotif dikarenakan kebutuhan pasar sudah kembali meningkat dan pasokan spare-part berangsur normal. Pada dasarnya, industri otomotif perlu memikirkan bagaimana mereka bisa memenangkan kompetisi di tengah banyaknya kompetitor yang menunjukan keunggulan di masing masing produknya, layanan purna-jual, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, perusahaan perlu fokus terhadap permintaan agar distribusinya pun menyesuaikan dengan karakteristik dan minat masyarakat. Selain itu, time to market produk tersebut juga seharusnya lebih cepat terutama melihat bahwa produk industri otomotif tergolong produk yang inovatif.
salah satu permasalahan yang umum terjadi di perusahaan industri otomotif adalah tidak jarang main dealer tidak memperhatikan trend demand aktual seperti apa. Mereka hanya mengacu terhadap data jumlah indent yang meninggi, tetapi tidak melihat kondisi real akan permintaan pelanggan. Melihat kondisi seperti ini, dapat dikatakan ada distorsi informasi antara dealer terhadap main dealer serta dari main dealer terhadap manufacturer. Situasi ini pun mempengaruhi product fulfillment yang berdampak pada konsumen merasakan cukup kesulitan dalam menemukan tipe dan warna yang diinginkan di dealer-dealer terdekat. Kalaupun rela menunggu, mereka harus bersedia menunggu cukup lama, sehingga angka indent meningkat.
Hal ini sering ditemui pada setiap industri khususnya manufacturing dengan karakteristik produk variatif dengan demand tidak relatif stabil. Dilansir dari halaman media otomotif menurut Bob Azam Direktur Administrasi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) (2017), untuk meningkatkan daya saing dalam dunia industri otomotif, terdapat tiga hal yang harus ditingkatkan. Salah satu yang disebutkan adalah kemampuan logistik dalam melakukan pendistribusian yang akurat untuk meningkatkan keunggulan bersaing. .
Pada artikel ini, kami mengambil contoh kasus yang terjadi pada sebuah industri otomotif terbesar di Indonesia. Di tengah keadaan peminat akan sepeda motor yang tinggi pada produk dari salah satu brand tersebut, membuat perusahaan tersebut segera sigap dalam memenuhi kebutuhan pasar.
Perusahaan itu sendiri bergerak dalam metode JIT (Just In Time) dalam memenuhi kebutuhan pasar. Mereka juga berupaya untuk menekan angka laju lead-time menggunakan bantuan jaringan-jaringan pendukung penjualan sepeda motor yaitu main dealer dan dealer ke seluruh provinsi Indonesia.
Sistem produksi tepat waktu (JIT), mulai dipopulerkan oleh Toyota pada tahun 1950. Pada sistem ini, semua barang jadi harus siap diproduksi sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan oleh pelanggan pada waktu yang tepat pula. JIT juga telah terbukti mampu mengatasi tiga pemborosan overproduction, excess inventory dan waiting) diantara tujuh pemborosan (7 Wastes). Salah satu penunjang JIT adalah koordinasi yang penyampaian informasi yang baik. Namun pada praktiknya, meskipun sudah menerapkan JIT, perusahaan tetap sulit memenuhi kebutuhan pelanggan. Sehingga perusahaan pun melakukan beberapa observasi, lalu kami menemukan bahwa salah satu faktor dari permasalahan tersebut adalah adanya distorsi informasi dari stakeholder yang terlibat.
Sebagai contoh, pada kasus ini kami menemukan bahwa momen pengukuran distribusi yang diminta dari hilir ke hulu menunjukkan ketidakakuratan terhadap permintaan suatu warna pada salah satu tipe motor di area Semarang, Jawa Tengah pada Desember 2020 hingga April 2022. Data ketidakakuratan tersebut dapat dilihat melalui grafik berikut untuk salah satu warna di tipe brand terkait.
Tabel pendistribusian motor dengan end demand yang terjadi di tiap bulannya
Jika kondisi tersebut dibiarkan demikian, resiko yang akan terus terjadi antara lain:
Pada kasus ini, kami membuat fishbone untuk bisa menemukan akar permasalahan dengan bentuk seperti berikut:
Dari hasil penggambaran fishbone, penyebab terjadi distorsi informasi dapat dilihat dari beberapa point of view (Environment, Method, Man, Machine/tools). Dari sisi lingkungan (environment) dapat dilihat bahwa pelanggan tidak bersedia menunggu karena kebutuhan/tuntutan aktivitas harian yang tinggi, sehingga mereka akhirnya memilih warna yang ready stock tindakan demikian pun juga dilakukan oleh sales counter agar tidak terjadi lost sales. Dari sisi machine/tools, main dealer tidak memiliki cara bagaimana pengukuran akan amplikasi permintaan atas variabilitas produk. Dari sisi metode, pihak main dealer dan dealer belum mempunyai teknik peramalan akan kebutuhan yang akurat dikarenakan variabilitas produk yang begitu tinggi. Terkait man khususnya garda terdepan penjualan produk pun tidak memiliki rekapan catatan pilihan warna pertama dari pelanggan dan hanya berfokus terhadap sales target. Tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pihak hulu dalam melihat keadaan aktual di lapangan yang mungkin selama ini belum terlihat jelas.
Jika dilihat, kami menemukan tiga hal yang perlu untuk attack root cause pada distorsi informasi, sehingga dapat dirangkum sebagai berikut :
Kami juga melakukan uji hipotesis sebagai bentuk dasar modelling penelitian untuk menemukan pengaruh main dealer dalam pertimbangan request warna dalam produk terhadap distributor dan distributor dengan manufacturer. Berdasarkan uji statistik yang cukup dengan pengambilan populasi penjualan dan permintaan warna , kami dapat menyimpulkan bahwa sales, indent, total stok mempengaruhi permintaan warna produk. Melalui pengumpulan data tersebut, kami mencoba perhitungan bullwhip effect pada delapan versi warna produk.
Ditemukan enam warna dengan amplifikasi permintaan yang tidak sesuai dengan permintaan pasar. Sehingga, kami pun mencoba melakukan teknik peramalan pada tren penjualan, seperti single moving average, double moving average, hingga holt winter dengan metode additive. Sehingga dapat disimpulkan bahwa persentasi error terkecil dengan metode holt winter sebagai metode peramalan yang paling baik sejauh ini. Penilaian itu terbukti melalui perhitungan sebagai berikut:
Pengambilan salah satu warna dalam uji coba Teknik peramalan, diperoleh MAPE dengan persentase error di angka 7.6% dengan (0.9,0.1,0.2) (alfa,beta, dan gamma) yang diuji secara trial and error dalam sistem operasi Minitab 19. Angka dari hasil peramalan ini dapat diuji cobakan oleh main dealer untuk membuat prediksi permintaan warna terhadap manufacturing yang sudah termasuk trend sales dan indent yang terjadi di bulan tersebut.
Kami pun membuat simulasi VMI dalam membantu menekan angka bullwhip effect menggunakan acuan angka peramalan dengan jarak 12 bulan kedepan. Metode ini diharapkan bisa dijadikan saran dan uji coba terhadap jaringan main dealer dalam melakukan order quantity optimum dengan pertimbangan biaya penyimpanan dan biaya pesan. Pada dasarnya, VMI adalah model pengelolaan persediaan tempat keputusan waktu dan ukuran pengiriman ditentukan oleh pemasok dan pembeli. Tujuan dari model ini yaitu untuk memberikan informasi yang up to date tentang sisa persediaan dan permintaan atau kebutuhan dari waktu ke waktu. Maka, diperlukan adanya kerja sama yang memadai antara kedua belah pihak agar pengelolaan tersebut bisa berjalan dengan baik.
Kami melakukan penyusunan terhadap EOQ, safety stock, ROP, dan maximum stock di tiap warna dan bulannya. Sehingga dapat dilihat perhitungan sebagai berikut (diambil salah 1 warna)
Berdasarkan data yang telah dihitung pada Mei 2022 dengan kebijakan pemesanan, akan memiliki safety stock 228 unit warna hitam dan akan dipesan ulang kembali ketika unit tersisa di 346 unit (ROP) dengan lead time 3 hari sebelum periode berikutnya. pada perhitungan ini pun menggunakan probabilitas 95% sebagai service level. tentu ini kembali lagi keputusan manajemen perusahaan industri otomotif dalam melayani main dealer, karena pada dasarnya meningkatkan service level pun memerlukan modal besar dan tidak bisa menomor satukan semua pelanggan.
Setelah melakukan simulasi VMI, kami mencoba kembali perhitungan bullwhip effect yang dimana hasil yang didapatkan permintaan dengan penjualan adalah di bawah dari angka ketetapan bullwhip effect, kami pun mencoba melihat dari segi grafik sebagai bentuk improvement sebagai berikut
Dari Grafik sebelum dan sesudah penggunaan VMI dan Metode Forecast Holt Winter dapat diproyeksikan pemenuhan ketersediaan produk sesuai dengan prediksi yang sudah diperkirakan, ekspektasi dari manfaat simulasi ini dapat menekan angka indent yang terjadi di tiap bulannya, menyediakan produk yang terdistribusi secara akurat tidak hanya quantity, tipe, tetapi hingga per warna, dan dapat memiliki competitive advantage
Kesimpulan, penerapan JIT membantu dalam produktivitas dan perlu diimbangi dengan koordinasi yang komunikasi yang bagus sehingga distorsi informasi yang terjadi bisa dikurangi dan dengan penggunaan metode forecast yang cocok dan meningkatkan visibility dengan VMI. Sehingga harapannya dapat memaksimalkan Ketepatan/Keakuratan distribusi pada jaringan Rantai Pasok (Downstream – Upstream) Industri Otomotif.