9 Ciri Lingkungan Kerja Toxic dan Cara Menghadapinya, Perlukah Resign?

Kebahagiaan karyawan sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia bekerja. Umumnya, karyawan akan menghindari lingkungan kerja toxic yang dalam beberapa kasus dapat menurunkan produktivitas dan berpengaruh negatif pada kesehatan mental.

Menurut laporan survei dari American Psychological Association yang rilis pada Juli 2023, 1 dari 5 karyawan di seluruh dunia pernah mengalami lingkungan kerja toxic yang membahayakan kesehatan mental. Survei ini menunjukan bahwa tingkat lingkungan toxic di tempat kerja masih tinggi.

Sebelum terjebak, kamu bisa mengenali ciri-ciri lingkungan kerja toxic untuk bisa menghadapinya dengan cara yang tepat . Di artikel ini, CakeResume akan membahas ciri lingkungan kerja toxic lengkap dengan pengertian, ciri-ciri, dampak, dan cara menghadapinya. Yuk, simak selengkapnya!

Apa Itu Lingkungan Kerja Toxic?

Lingkungan kerja toxic adalah situasi tempat kerja tidak sehat yang terbentuk dari interaksi negatif antar karyawan, budaya buruk, hingga sistem yang korup.

Menurut Direktur New Workplace Institute di Suffolk University Law School, David Yamada, lingkungan kerja toxic dapat melibatkan pelanggaran etika dan hukum, seperti pelecehan seksual, diskriminasi, rasisme, dan bullying.

Kenapa Lingkungan Kerja Bisa Toxic?

Lingkungan kerja toxic dapat muncul karena berbagai faktor yang bervariasi, mulai dari budaya perusahaan, kepemimpinan buruk, dinamika tim, dan faktor lainnya. Penemu gagasan lingkungan kerja toxic, Herbert Freudenberger menggambarkan bahwa tempat kerja toxic muncul karena adanya superioritas senior serta narsisme di antara para pemimpin.

Lingkungan kerja yang toxic juga bisa berasal dari minimnya kepercayaan karyawan terhadap perusahaan. Ketidakpercayaan yang terus berkembang berpotensi besar menjadikan karyawan merasa tidak bahagia, tidak puas, dan tidak produktif.

Pemimpin perusahaan yang memelihara sikap acuh kepada karyawan menyuburkan lingkungan toxic di tempat kerja. Pemimpin yang hanya peduli hasil kerja tanpa melihat usaha dan proses dapat merusak hubungan antar karyawan. Egoisme dan persaingan tak sehat sering kali muncul dan menimbulkan lingkungan toxic.

lingkungan-kerja-toxic

Dampak Lingkungan Kerja Toxic pada Karyawan dan Perusahaan

Lingkungan kerja toxic memberikan dampak buruk bagi karyawan maupun perusahaan. Selain memberi rasa tidak nyaman, kantor toxic dapat memberikan dampak yang lebih luas yang mempengaruhi karir karyawan dan eksistensi perusahaan.

1. Tingkat Stres Karyawan yang Tinggi

Mengutip pernyataan dari psikolog University of Central Florida Mindy Shoss PhD, tempat kerja toxic menguras semua energi serta kegembiraan karyawan dan menggantinya dengan rasa takut. Ini berdampak pada tingkat stres yang tinggi pada karyawan sehingga mereka tak bisa menikmati pekerjaan dan mengembangkan karir di sana.

Tingkat stres yang tinggi di tempat kerja dapat mengakibatkan penyakit serius. Dilansir dari riset The US Surgeon General, stres kronis yang diperoleh karyawan dari kantor toxic dapat menyebabkan depresi, penyakit jantung, kanker, dan penyakit serius lainnya.

2. Karyawan Rentan Depresi hingga Burnout

Menurut jurnal medis yang ditulis oleh Omer Akgun Tekin, lingkungan toxic adalah pemicu sindrom burnout dan depresi. Artinya, kantor toxic memiliki kontribusi besar menimbulkan depresi dan burnout.

Bagi yang belum tahu, burnout merupakan kondisi dimana seseorang mengalami kelelahan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan oleh stres kronis di lingkungan kerja. Stres, depresi, dan burnout dapat disebut sebuah progresi dampak negatif yang bisa dialami karyawan apabila mereka tidak segera menemukan solusi mengatasi lingkungan toxic di tempat kerja.

Agar tak terjebak di lingkungan kerja tidak nyaman, kamu bisa mengidentifikasi seberapa toxic kantormu dengan daftar pertanyaan kesehatan berikut ini:

  • Bagaimana kualitas tidurmu? Apakah tekanan di kantor mempengaruhi jam istirahat kamu?
  • Bagaimana nafsu dan pola makan kamu? Apakah berbeda dengan biasanya?
  • Apakah kamu sering merasa tidak nyaman saat berangkat kerja? Apakah kamu kerap mencari-cari alasan untuk bisa mendapat libur kerja?
  • Apakah kamu sering merasa kelelahan meski telah mendapat cukup istirahat?
  • Apakah anda terkadang merasa tidak aman saat di kantor? Bagaimana kamu menjelaskan perasaan itu?
  • Apakah kamu merasa mudah gelisah saat di kantor? 
  • Apakah kamu lebih mudah membentak teman atau keluarga?

Jika jawabanmu untuk beberapa pertanyaan di atas adalah ‘YA’, ada kemungkinan kamu telah terdampak lingkungan toxic. Namun, perlu dicatat bahwa pertanyaan di atas tidak didasarkan pada ilmu medis untuk mendiagnosis stress, anxiety, depresi, ataupun burnout. Kamu bisa konsultasi dengan psikolog atau psikiater untuk mengetahui diagnosa gangguan kesehatan mental yang mungkin kamu alami.

3. Meningkatkan Turnover Karyawan

Turnover karyawan adalah istilah yang menggambarkan seberapa sering suatu perusahaan melakukan pergantian karyawan. Ketika suatu perusahaan memiliki lingkungan toxic, maka karyawan memiliki motivasi yang kuat untuk keluar dari lingkungan kerja toxic tersebut.

Menurut riset dari MIT Sloan, budaya perusahaan toxic merupakan faktor yang paling kuat untuk memicu resign massal. Perusahaan yang gagal menjamin kesetaraan, inklusi, dan keragaman berpotensi lebih tinggi ditinggal karyawannya. Hal ini memicu rasa tidak nyaman bagi karyawan sehingga mereka memilih mengundurkan diri dari perusahaan.

Pengunduran diri massal secara otomatis membuat perusahaan harus melakukan pergantian sumber daya manusia untuk posisi yang ditinggalkan. Apabila perusahaan gagal membenahi permasalahan lingkungan kerja toxic, tingkat turnover karyawan dapat terus menerus tinggi dan mengurangi produktivitas perusahaan.

4. Berpotensi Merusak Employer Branding Perusahaan

Lingkungan kerja yang tidak nyaman dan toxic akan berdampak negatif bagi Employer Branding perusahaan. Hal ini dikarenakan penilaian dan testimoni karyawan yang terdampak lingkungan toxic cenderung merusak reputasi perusahaan.

Untuk memperbaiki masalah Employer Branding, perusahaan bisa mendiskusikannya dengan konsultan profesional CakeResume. Melalui strategi Employer Branding yang efektif, konsultan CakeResume membantu perusahaan untuk menjadi pilihan prioritas bagi para pencari kerja unggulan.

Ciri-ciri Lingkungan Kerja Toxic

Jika dilihat dari karakteristiknya, lingkungan kerja yang toxic itu seperti apa? Profesor dan psikolog di University of Central Florida, Mindy Shoss merangkum ciri lingkungan kerja toxic sebagai tempat yang penuh dengan ketakutan. Lingkungan kerja toxic mampu merenggut seluruh energi serta kegembiraan karyawan, diganti dengan rasa takut serta depresi.

Untuk mengidentifikasi lingkungan kerja toxic, kamu bisa menyimak 9 ciri lingkungan kerja toxic dari CakeResume berikut ini:

1. Gaya Komunikasi yang Buruk

Gaya komunikasi menentukan bagaimana kualitas seseorang dalam menyampaikan gagasan dan bersosialisasi. Di lingkungan kerja yang ideal, setiap karyawan saling menghargai satu sama lain dengan menggunakan gaya komunikasi yang terbuka dan lugas.

Di lingkungan kerja toxic, gaya komunikasi cenderung bersifat sepihak dan mengesampingkan feedback dari lawan bicara. Umumnya, ada 3 gaya komunikasi buruk yang menjadi budaya di lingkungan kerja toxic yaitu:

  • Komunikasi pasif-agresif: Menyatakan ketidakpuasan dengan menyindir, bergosip, atau menggunakan gestur tubuh seperti memalingkan wajah dan menunjuk.
  • Komunikasi pasif: Menghindari konflik dan komunikasi.
  • Komunikasi agresif: Membentak, menegaskan dominasi, dan sengaja menyinggung perasaan lawan bicara.

Gaya komunikasi yang buruk bisa terjadi pada hirarki vertical (atasan ke bawahan) dan horizontal (antar karyawan). Melakukan identifikasi gaya komunikasi buruk bukanlah hal yang sulit, dan kamu sebaiknya berhati-hati dan bersikap bijak saat menanggapinya. 

2. Atasan Suka Micromanage dan Narsis

Micromanagement adalah istilah yang merujuk pada sifat untuk mengelola dan mengontrol secara berlebihan hingga ke detail paling kecil. Menurut jurnal Micromanagement Creates a Nonconducive Learning Environment for a Teaching Team, sikap micromanage dapat menyebabkan seseorang hilang kepercayaan diri dan mengalami anxiety saat menjalankan pekerjaannya.

Tak hanya itu, gaya micromanagement umumnya memberikan kontrol berlebih sehingga membatasi karyawan untuk berinovasi dan mengembangkan diri. Karyawan yang berada di kondisi ini cenderung menghadapi tekanan besar karena minimnya ruang berinovasi dan perasaan dikekang atasan.

Selain itu, sikap atasan yang narsis bisa menjadi tantangan yang menguras tenaga. Pasalnya, atasan yang narsis cenderung mendambakan perhatian dan pujian dari bawahannya. Mereka ingin terus menjadi pusat perhatian dan terkadang rela melakukan apa saja untuk mewujudkannya.

Sebagai contoh, atasan narsis kerap memamerkan berbagai capaian dengan cara yang berlebihan untuk mendapatkan perhatian. Dalam beberapa kasus, atasan narsis juga dicirikan dengan minimnya empati pada orang lain. Mereka kemungkinan sulit diajak bekerja sama karena mengabaikan perspektif karyawan.

Saat menghadapi atasan narsis, Psychology Today menyarankan untuk meminimalisir konflik dan mengelola ekspektasi agar tak terlalu berlebihan kepada atasan atau bos. Selain itu, pastikan kamu terus fokus dengan tujuanmu bekerja di perusahaan.

3. Hubungan yang Buruk Antar Karyawan

Ciri-ciri lingkungan kerja toxic yang ketiga yaitu adanya hubungan yang buruk antara karyawan. Seorang karyawan tentu akan kesulitan mengoptimalisasi produktivitas jika mereka menemui rekan kerja toxic di kantor. Bahkan, rekan kerja toxic terkadang bisa memberi rasa stres dan depresi saat bekerja.

Contoh dari hubungan yang buruk antar karyawan adalah sikap saling tidak menghargai, membentuk kelompok kecil yang saling menjatuhkan, dll. Berikut merupakan tanda-tanda sebuah kantor memiliki hubungan yang buruk antar karyawan:

  • Muncul banyak rumor dan gosip tentang seseorang
  • Banyak circle pertemanan yang saling menjatuhkan
  • Bersikap egois
  • Mengambil pujian atas pekerjaan orang lain
  • Mengumbar masalah pribadi di lingkungan kantor

Sebagai perbandingan, lingkungan kerja yang sehat ditandai dengan hubungan antar karyawan yang harmonis. Ini akan terjadi ketika karyawan menjunjung tinggi nilai kesetaraan, kolaborasi, dan saling menghargai demi kepentingan bersama.

4. Adanya Persaingan Toxic

Salah satu alasan kenapa lingkungan kerja bisa toxic adalah munculnya persaingan tidak sehat (toxic) yang terjadi antar karyawan. Praktik persaingan kerja toxic dapat merugikan karyawan, tim, hingga perusahaan karena menurunkan produktivitas dan menodai budaya organisasi.

Persaingan toxic dapat diidentifikasi melalui karakteristiknya berikut ini:

  • Diskriminasi dan perlakuan tidak adil
  • Pencurian kredit atas pencapaian rekan
  • Penolakan kolaborasi
  • Memotong akses sumber daya seperti menyimpan informasi atau alat untuk diri sendiri
  • Intimidasi dalam kompetisi
  • Sabotase dengan merusak pekerjaan orang lain
  • Menyebar gosip yang merugikan pihak lain

Persaingan toxic di lingkungan kerja bisa diatasi dengan komitmen dari pihak perusahaan dan karyawan untuk menciptakan persaingan sehat. Pasalnya, pihak yang diuntungkan dari persaingan sehat antar karyawan adalah perusahaan dan karyawan itu sendiri.

Menurut jurnal yang diterbitkan oleh Dusseldorf Institute for Competition Economics (DICE), persaingan sehat di tempat kerja mendorong peningkatan performa karyawan. Ini bisa terjadi ketika perusahaan mengambil peran dengan cara memberikan penghargaan sistematis dan pemantauan persaingan karyawan.

5. Tidak Ada Batasan antara Kerja dan Kehidupan Pribadi

Contoh lingkungan kerja yang tidak nyaman adalah perusahaan dengan budaya kerja yang meniadakan batasan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi. Pasalnya, perusahaan semacam ini biasanya ikut mengatur dan membatasi kehidupan pribadi karyawan.

Sebagai contoh, atasan di perusahaan X memberikan tugas di luar jam kerja dan menuntut karyawan untuk segera menyelesaikannya. Dalam kasus lain, seorang karyawan dipersulit untuk mengambil hak cuti saat ingin menikmati waktu bersama keluarga.

Budaya kerja di perusahaan yang tak membatasi antara kerja dan kehidupan pribadi berpotensi merusak work life balance karyawan. Jika dibiarkan, karyawan bisa menderita stres, depresi, hingga gangguan mental. Selain itu, perusahaan juga akan terdampak karena produktivitas karyawan menurun dan banyaknya gangguan di tempat kerja.

Dilansir dari riset di jurnal Human Relations, karyawan dengan batasan yang lebih longgar antara rumah dan pekerjaan mengalami lebih banyak cognitive role transition atau transisi peran kognitif. Sebagai informasi, transisi peran kognitif adalah kondisi dimana seseorang beralih dari ‘mode kerja’, ‘mode menjadi suami’, ‘mode menjadi teman’, dll. Bagi beberapa orang, transisi peran kognitif lebih menguras sumber daya kognitif dan melelahkan.

6. Tidak Ada Ruang untuk Kesalahan dan Berkembang 

Belajar dari kesalahan adalah salah satu cara terbaik bagi manusia untuk berkembang dan menjadi lebih baik. Dalam dunia kerja, berbuat kesalahan adalah hal yang normal, asalkan kesalahan tersebut tidak bersifat major dan fatal.

Lingkungan kerja yang sehat pada umumnya memberikan ruang bagi karyawan untuk berinovasi dan independensi untuk mendukung perkembangan keterampilan karyawan. Atasan mengambil peran dalam pengawasan setiap inovasi yang diterapkan oleh karyawan. Sehingga saat karyawan melakukan kesalahan, atasan sudah siap dengan dampak yang akan ditimbulkan.

Sebaliknya, perusahaan dengan lingkungan kerja toxic sangat membatasi ruang inovasi karyawan demi meminimalisir kesalahan yang mungkin dilakukan karyawan. Praktik seperti ini membuat karyawan enggan berinovasi dan mati rasa. Karyawan pada akhirnya akhirnya merasa sebagai ‘sekrup-sekrup perusahaan’ yang menjalankan tugasnya tanpa gairah, tantangan, dan ruang berkreasi.

7. Karyawan Tidak Termotivasi

Lingkungan kerja toxic adalah salah satu alasan minimnya motivasi kerja karyawan. Saat dihadapkan dengan tempat kerja toxic, karyawan cenderung tak memiliki semangat dalam melakukan menjalani pekerjaan hariannya.

Saat kehilangan motivasi, umumnya produktivitas karyawan juga berkurang. Dalam beberapa kasus, karyawan yang tak memiliki motivasi kerja juga meminimalisir interaksi dengan rekan sejawat dan atasan.

Untuk mengukur motivasi kerja, kamu bisa menanyakan kepada diri sendiri tentang hal-hal berikut ini:

  • Apakah kamu kerap mengeluh ketika menghadapi tantangan baru?
  • Apakah kamu jarang mendiskusikan pekerjaan yang menurutmu sulit dengan tim?
  • Apakah kamu sering menyerah saat menghadapi kegagalan dalam pekerjaanmu?

Apabila mayoritas jawabanmu adalah ‘YA’, ini bisa menjadi pertanda bahwa motivasi kerjamu menurun.

8. Karyawan Sering Mengalami Stres secara Fisik

Salah satu contoh nyata lingkungan kerja toxic adalah kantor yang membiarkan karyawannya mengalami stres yang berdampak pada fisik atau tubuh. Dikutip dari WSJ, Dokter Bedah Umum Vivek Murthy mengungkapkan bahwa perusahaan toxic berbahaya bagi kesehatan mental dan kesehatan fisik pekerja.

Stres kronis atau berkepanjangan berpengaruh besar ke kondisi fisik. Dilansir dari situs resmi HelpGuide.org, stres fisik memiliki gejala sebagai berikut:

  • Mengalami gangguan tidur
  • Rentan terhadap infeksi
  • Mudah sakit
  • Tekanan darah meningkat
  • Pandangan kabur
  • Mual, Pusing, dll

9. Tingkat Turnover Karyawan yang Tinggi

Lingkungan kerja toxic pada dasarnya memiliki tingkat turnover yang tinggi. Pasalnya, mayoritas karyawan tak akan betah bekerja di kantor yang memiliki budaya toxic dan tak mendukung perkembangan karir.

Untuk mengukur tingkat turnover karyawan, kamu bisa menggunakan kalkulator turnover rate gratis dari situs Breathehr. Kalkulator tersebut menggunakan 2 rumus yang bisa disesuaikan dengan data kepegawaian yang kamu miliki.

Dikutip dari HRMorning, banyak ahli mengungkapkan bahwa tingkat turnover yang ideal berada di bawah 10%. Namun, penting untuk dicatat bahwa turnover rate ini bisa bersifat relatif, tergantung sektor industri. 

Survei dari Xperthr menunjukan bahwa turnover rate untuk lembaga pemerintah sekitar 16,5%, lembaga edukasi 16,1%, dan sales mencapai 31%.

lingkungan-kerja-toxic

7 Cara Menghadapi Lingkungan Kerja Toxic

Ketika sudah terlanjur masuk dalam lingkungan kerja toxic, ada baiknya kamu tidak pasif dan mengikuti budaya kerja mereka. Ada beberapa tips yang bisa kamu coba untuk menghadapi lingkungan kerja toxic. Berikut CakeResume rangkumkan 7 cara menghadapi lingkungan kerja toxic:

1. Refleksi Diri

Cara pertama yang bisa kamu lakukan adalah melakukan refleksi diri apakah perilakumu berperan dalam menyuburkan lingkungan kerja yang toxic. Tanyakan kepada dirimu sendiri tentang karakteristik karyawan toxic, kemudian lakukan evaluasi.

Untuk membantu proses refleksi diri, kamu bisa meminta bantuan sahabat di kantor maupun di luar tempat kerjamu. Minta pendapat sahabatmu terkait sifat-sifat burukmu yang berpotensi membuat lingkungan kerja menjadi toxic. Setelah itu, cobalah melakukan perbaikan diri yang harapannya dapat memberi dampak positif untuk lingkungan kerjamu.

2. Batasi Kehidupan Kerja dan Pribadi

Menurut Boundary Theory atau teori batas diri, mayoritas individu akan kesulitan untuk melakukan transisi antar peran, terutama ketika peran yang dijalani sangat tersegmentasi. Teori ini menyarankan adanya meminimalisir transisi antar peran dengan cara membatasi penggabungan peran, seperti peran sebagai pekerja, orang tua, atau peran lainnya.

Pembatasan kehidupan kerja dan pribadi dapat berdampak positif pada kinerja karyawan. Dengan melakukan pembatasan, masalah pribadi yang kamu alami tidak akan mempengaruhi performa dan hubungan dengan rekan kerja, begitu pula sebaliknya. Selain itu, kamu juga bisa lebih fokus dalam mengerjakan suatu aktivitas tanpa memikirkan beban masalah lain.

3. Luangkan Waktu untuk Diri Sendiri (Me Time)

Bekerja di lingkungan yang toxic bisa sangat menguras tenaga dan emosi. Agar tak larut dalam kondisi emosi negatif dan stres, karyawan perlu meluangkan waktu untuk diri sendiri. Lakukan hal yang membuatmu merasa tenang, bahagia, sekaligus memperbaiki mood.

Menurut riset dari Almuth McDowall (via The InCAP), karyawan yang memiliki ‘me time’ berkualitas tinggi akan lebih bersemangat dan lebih produktif di tempat kerja. Meskipun hanya 15 - 30 menit dalam sehari, menikmati kebersamaan dengan diri sendiri memiliki banyak manfaat bagi fisik dan mental.

4. Gunakan Teknik Mindfulness

APA Dictionary of Psychology mendefinisikan Mindfulness sebagai sebuah kesadaran kondisi internal dan lingkungan sekitar. Mindfulness dapat membantu seseorang menghindari kebiasaan dan respon destruktif dengan cara mengobservasi pikiran, emosi, dan pengalaman saat ini tanpa menghakimi atau bereaksi terhadapnya.

Mindfulness termasuk salah satu terapi yang berguna untuk mengurangi stres, depresi, dan emosi reaksional. Kamu bisa memanfaatkan aplikasi mindfulness yang tersedia gratis di iOS, Android, dan PC.

5. Cari Support System yang Kamu Percayai

Istilah support system merujuk pada individu atau kelompok yang bersedia membantumu dalam keadaan apa pun, terutama dalam keadaan sulit. Support system bisa berupa sahabat, saudara, keluarga, dll.

Memiliki support system di tempat kerja toxic dapat membantumu mengatasi stres dan depresi ketika mengalami masalah pekerjaan. Riset menunjukan, support system memberi dampak positif bagi kesehatan mental secara keseluruhan, terutama bagi pekerja, pelajar, wanita, dan lansia.

6. Dokumentasikan Bukti

Di lingkungan kerja toxic yang penuh dengan perilaku negatif, hal terburuk bisa terjadi kapan saja. Pastikan kamu siap sedia mendokumentasikan perilaku jahat, toxic, kriminal, dan tidak adil yang ditujukan kepadamu. 

Dokumentasi bukti perilaku toxic dapat menjadi bukti ketika suatu saat kamu ingin menyuarakan keluhan. Tapi perlu dicatat bahwa dokumentasi yang kamu lakukan harus sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Jangan sampai kamu malah dua kali menjadi korban, karena dituntut dengan pasal karet UU ITE.

7. Komunikasikan dengan Tim HR

Salah satu tugas utama tim Human Resource (HR) adalah menjaga kondusifitas lingkungan kerja. Maka dari itu, saat mendapat perlakuan toxic dari rekan kerja atau atasan, kamu bisa mengkomunikasikannya dengan tim HR.

Tips saat melapor ke HR, kamu bisa meminta pihak HR untuk menjaga kerahasiaan. Selain itu, kamu juga bisa melapor secara anonim. Ini bertujuan untuk melindungimu dari tindakan pembalasan dari pelaku.

Apakah Harus Resign atau Bertahan Jika Lingkungan Kerja Toxic?

Setelah menjalankan 7 tips di atas, ada 2 kemungkinan yang akan kamu peroleh yaitu ada perbaikan di tempat kerjamu atau tak ada perubahan sama sekali. Jika kamu menemui ada perubahan positif di lingkungan kerjamu, tak ada salahnya untuk mempertimbangkan untuk bertahan.

Namun apabila lingkungan kerja tetap toxic, kamu bisa mempertimbangkan untuk keluar dari lingkungan kerja toxic. Sebelum memutuskan resign, pastikan kamu telah memeriksa durasi dan kebijakan kontrak (notice period). Selain itu, persiapkan pula “exit plan” agar kamu tak kehilangan arah setelah resign.

Tanyakan hal-hal berikut ini jika kamu masih perlu mengukuhkan niat untuk resign dari kantor toxic:

  • Apakah tingkat toksisitas kantor ada di banyak divisi dan level?
  • Apakah kamu merasa depresi yang mengganggu kesehatan mental dan fisik?
  • Apakah kehidupan pribadimu menjadi berantakan karena masalah yang berasal dari kantor toxic?
  • Apakah kamu sudah memiliki rencana dengan pekerjaan baru?
  • Apakah kamu sudah mendapat tawaran kerja baru?

Ingin cari pekerjaan baru? Temukan pekerjaan impianmu di CakeResume, gratis dan transparan! 🎉

Kesimpulan

Lingkungan kerja toxic kerap menjadi sumber dari stres, depresi, dan gangguan kesehatan mental yang dialami karyawan. Dampak yang diberikan tidak hanya merugikan karyawan tapi juga organisasi atau perusahaan, meliputi:

  • Tingkat Stres Karyawan yang Tinggi
  • Karyawan Rentan Terkena Burnout
  • Meningkatkan Turnover Karyawan
  • Merusak Employer Branding Perusahaan

Menurut berbagai riset seputar kesehatan mental dan pengelolaan SDM perusahaan, lingkungan kerja toxic identik dengan ciri-ciri sebagai berikut:

  • Gaya Komunikasi Buruk
  • Atasan Kerap Micromanage dan Narsis
  • Hubungan Buruk Antar Karyawan
  • Adanya Persaingan Toxic
  • Tak Ada Batasan antara Pekerjaan dan Kehidupan Pribadi
  • Tidak Ada Ruang untuk Berbuat Kesalahan dan Berkembang
  • Karyawan Tidak Termotivasi
  • Tingkat Turnover Karyawan yang Tinggi

Saat mengalami perilaku toxic di kantor, karyawan bisa mencoba 7 tips mengatasi tempat kerja toxic berikut ini:

  • Refleksi Diri
  • Buat Batasan Antara Kerja dan Kehidupan Pribadi
  • Luangkan Waktu untuk Diri Sendiri
  • Gunakan Teknik Mindfulness
  • Cari Support System
  • Mendokumentasikan Bukti Perilaku Toxic
  • Mengkomunikasikan dengan HR

📚 Baca juga:  Ciri-ciri Lingkungan Kerja yang Baik dan Contohnya

Mau raih pekerjaan impianmu?  Yuk, buat CV lamaran kerja dan portofolio online kamu, lalu lamar kerja di website lowongan kerja atau aplikasi cari kerja CakeResume. Semuanya 100% gratis. Ikuti blog kami untuk tips dan tutorial buat CV dan career development!

--- Ditulis Oleh Gama Prabowo ---

Resume Builder

Build your resume only in minutes!

More Articles you might be interested in

Latest relevant articles
Interview Skills
Apr 12th 2024

5 Cara Menjawab Berapa Gaji yang Anda Inginkan dalam Interview!

Ditanya "Berapa gaji yang Anda inginkan" saat interview? Kamu dapat menjawab dengan estimasi gaji dan alasanmu seperti “Di pekerjaan saya sebelumnya, saya menerima rata-rata gaji X juta sampai X juta dari fresh graduate hingga...